8.Fungsi Ekosistem Mangrove




Apakah Fungsi Mangrove?

Salah satu yang paling penting dan terkenal adalah sebagai pencegah abrasi pantai. Akar-akar mangrove yang unik dan menarik (ada yang berbentuk cakar ayam, pensil, dan lain-lain), mampu menjebak sedimen, sehingga membentuk dataran baru. Fungsi lain yang tak kalah pentingnya adalah sebagai peredam gelombang tsunami. Fakta di NAD membuktikan bahwa perumahan penduduk yang terlindung oleh mangrove tidak banyak mengalami kerusakan, apabila dibandingkan dengan perumahan yang tak terlindung. Hal ini karena gelombang tsunami mampu diredam hingga sekian persen (oleh mangrove), sehingga kekuatannya saat menerpa perumahan bisa tereduksi dan tak terlalu besar lagi.

Mangrove bisa dibudidayakan menjadi bibit-bibit mangrove yang siap jual. Di Rembang Jawa Tengah, terdapat komunitas petani mangrove yang sudah maju. Mereka mampu menjual hingga ribuan bibit mangrove kepada berbagai pihak/instansi yang memerlukan. Bibit-bibit mangrove tersebut digunakan sebagai green belt untuk merehabilitasi pantai/pesisir yang rusak karena abrasi.

Selain itu, mangrove berguna pula sebagai obat anti kanker, konstruksi, pariwisata penyamak kulit, arang, bahan makanan, dan lain sebagainya. Jadi kalau ada anggapan bahwa mangrove = tusuk gigi dan kayu bakar, itu adalah anggapan salah, yang perlu segera diluruskan.

6.Temperatur Air Laut




Temperatur Air Laut

Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik. Energi panas spesifik sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa fluida sebesar 1o. Jika kandungan energi panas nol (tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam fluida) maka temperaturnya secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi nol dalam skala Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2o s.d. 35oC.

Tekanan di dalam laut akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Sebuah parsel air yang bergerak dari satu level tekanan ke level tekanan yang lain akan mengalami penekanan (kompresi) atau pengembangan (ekspansi). Jika parsel air mengalamai penekanan secara adiabatis (tanpa terjadi pertukaran energi panas), maka temperaturnya akan bertambah. Sebaliknya, jika parsel air mengalami pengembangan (juga secara adiabatis), maka temperaturnya akan berkurang. Perubahan temperatur yang terjadi akibat penekanan dan pengembangan ini bukanlah nilai yang ingin kita cari, karena di dalamnya tidak terjadi perubahan kandungan energi panas. Untuk itu, jika kita ingin membandingkan temperatur air pada suatu level tekanan dengan level tekanan lainnya, efek penekanan dan pengembangan adiabatik harus dihilangkan. Maka dari itu didefinisikanlah temperatur potensial, yaitu temperatur dimana parsel air telah dipindahkan secara adiabatis ke level tekanan yang lain. Di laut, biasanya digunakan permukaan laut sebagai tekanan referensi untuk temperatur potensial. Jadi kita membandingkan harga temperatur pada level tekanan yang berbeda jika parsel air telah dibawa, tanpa percampuran dan difusi, ke permukaan laut. Karena tekanan di atas permukaan laut adalah yang terendah (jika dibandingkan dengan tekanan di kedalaman laut yang lebih dalam), maka temperatur potensial (yang dihitung pada tekanan permukaan) akan selalu lebih rendah daripada temperatur sebenarnya.

Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K.

Seperti telah disebutkan di atas, temperatur menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur dihubungkan melalui energi panas spesifik. Energi panas persatuan volume dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus Q = densitas*energi panas specifik*temperatur (temperatur dalam satuan Kelvin). Jika tekanan tidak sama dengan nol, perhitungan energi panas di lautan harus menggunakan temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule. Sementara itu, perubahan energi panas dinyatakan dalam Watt (Joule/detik). Aliran (fluks) energi panas dinyatakan dalam Watt/meter2 (energi per detik per satuan luas).

5. Salinitas di Estuaria



Mengapa Salinitas di daerah Pantai Estuaria rendah?

Salinitas di estuaria dipengaruhi oleh musim, topografi estuaria, pasang surut, dan jumlah air tawar. Pada saat pasang-naik, air laut menjauhi hulu estuaria dan menggeser isohaline ke hulu. Pada saat pasang-turun, menggeser isohaline ke hilir. Kondisi tersebut menyebabkan adanya daerah yang salinitasnya berubah sesuai dengan pasang surut dan memiliki fluktuasi salinitas yang maksimum (Nybakken, 1988).

Rotasi bumi juga mempengaruhi salinitas estuaria yang disebut dengan kekuatan Coriolis. Rotasi bumi membelokkan aliran air di belahan bumi. Di belahan bumi utara, kekuatan coriolis membelokkan air tawar yang mengalir ke luar sebelah kanan jika melihat estuaria ke arah laut dan air asin mengalir ke estuaria digeser ke kanan jika melihar estuaria dari arah laut. Pembelokkan aliran air di belahan bumi selatan adalah kebalikan dari belahan bumi utara (Nybakken, 1988).

Salinitas juga dipengaruhi oleh perubahan penguapan musiman. Di daerah yang debit air tawar selama setengah tahun, maka salinitasnya menjadi tinggi pada daerah hulu. Jika aliran air tawar naik, maka gradient salinitas digeser ke hilir ke arah mulut estuaria (Nybakken, 1988). Pada estuaria dikenal dengan air interstitial yang berasal dari air berada di atas substrat estuaria. Air interstitial, lumput dan pasir bersifat buffer terhadap air yang terdapat di atasnya. Daerah intertidal bagian atas (ke arah hulu) mempunyai salinitas tinggi daripada daerah intertidal bagian bawah (ke arah hilir).

3.Morfologi Laut Berdasarkan Kedalaman




Klasifikasi laut berdasarkan Kedalaman:

1. zona litoral yakni bagian lautan yang terletak diantara kondisi saat air laut pasang nain dan pasang surut.
2. zona neritik yakni bagian lautan yang dalamnya berkisar antar 50 -200 m. Wilayah ini dapat ditembus oleh cahaya matahari sehingga kehidupan hewan dan tumbuhan paling banyak berada di wilayah ini.
3. zona batial yakni bagian lautan yang dalamnya 15-2000 m, sehingga cahaya matahari tidak dapat menembus sampai dasar laut. Beberapa jenis binatang yang masih bisa hidup di wilayah ini, tetapi tumbuhan jauh berkurang dibanding zona neritik.
4. Zona abisal yakni bagian lautan yang dalamnya lebih dari 2000 m, suhu di wilayah ini sangat rendah, sehingga sudah tidak ada lagi tumbuhan. Beberapa hewan laut ada yang mampu hidup di wilayah ini.
5. Basin yakni dasar laut yang dalam berbentuk seperti baskom besar.


1. Ekosistem Terumbu Karang




Ketika kita ditanya : "Mengapa terumbu karang lebih banyak terdapat di daerah tropis dibanding di daerah sub-tropis?", demikian penjelasannya:

Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.

Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan produkstif dan keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain.

Ekosistim ini adalah ekosistim daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus secara lestari. Ekosistim terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 22 derjat celcius) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya.

Indonesia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, mempunyai terumbu karang terluas di dunia yang tersebar mulai dari Sabang- Aceh sampai ke Irian Jaya. Dengan jumlah penduduk lebih dari 212 juta jiwa, 60 % penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama.

Disamping sebagai sumber perikanan, terumbu karang memberikan penghasilan antara lain bagi dunia industri ikan hias, terumbu karang juga merupakan sumber devisa bagi negara, termasuk usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat setempat dan para pengusaha pariwisata bahari.

4. Jenis-jenis Pantai


Contoh Pantai Estuari
--> pantai yang berbentuk seperti corong, Pantai ini terdapat di muara sungai atau tempat bertemunya air sungai dan air laut. Pantai estuaria adalah wilayah yang memiliki keankaragaman hayati yang cukup banyak.



Pantai berpasir yang landai atau datar dengan dominasi pasirnya sangat banyak.
Contoh Pantai Datar-Berpasir (Pasir Putih-Lampung)



Contoh Pantai Laguna
--> pantai yang menyerupai banetuk seperti danau di dekat pantai. Pantai tersebut seperti tertutup oleh lingkaran batu karang yang menghalangi ombak dari lautan lepas langsung masuk ke pantainya. Biasa disebut danau laut atau laguna.



Contoh Pantai curam atau Cliff
--> pantai yang berbentuk danau-danau berdinding dan curam. Ombak di pantai ini dapat menghantam dinding tersebut yang lama-kelamaan mengakibatkan bentukan-bentukan yang curam.Pantai-pantai curam ini terdapat di selatanJawa dan Barat Sumatra.

7.Ekosistem Padang Lamun


Padang lamun memang belum banyak dikenal orang. Orang mungkin lebih familiar mendengar terumbu karang atau ekosistem mangrove dari pada padang lamun. Padahal ekosistem padang lamun sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam ekosistem perairan laut dangkal di Kepulauan Seribu.

Lamun sendiri adalah sejenis tumbuhan yaitu tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup tergenang di dalam air laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 3 meter dilautan tropis hingga sub tropis. Lamun bisa tumbuh pada daerah yang sangat luas, di pasir kasar/ puing-puing karang atau lumpur halus dasar laut. Lamun juga membentuk padang yang padat dan produktif hingga disebut sebagai padang lamun.

Di Kepulauan Seribu, berdasarkan temuan pihak TNKpS, jenis lamun yang ditemukan di kawasan ini terdiri dari enam jenis yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis dan Syringodium isoetifolium.

Padang lamun biasa terdapat pada daerah teratas pasang surut, dibatasi oleh kondisi yang terbuka terhadap kekeringan. Sewaktu surut, biasanya padang lamun tidak sampai mengalami kekeringan karena masih digenangi oleh air laut walaupun terlihat dangkal. Pada waktu pasang, air menutup padang lamun, membentuk daerah yang terendam air pasang.

Fungsi padang lamun sebenarnya melengkapi ekosistem mangrove dan terumbu karang. Sebagai ekosistem perairan laut dangkal ini sangat potensial sebagai sumber makanan biota kecil dan biota tertentu seperti dugong, biota omnivora serta biota pemakan hijauan. Keberadaan padang lamun di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, adalah membantu menstabilkan perairan dan memantapkan substrat dasar. Daun lamun yang lebat akan memperlambat gerakan air akibat arus dan ombak sehingga perairan menjadi tenang.
Fungsi lainnya adalah rimpang dan akar lamun dapat menangkap dan mengikat sedimen sehingga dapat menguatakan dan menstabilkan dasar permukaan. Padang lamun bisa dikatakan mencegah terjadinya erosi.

Di padang lamun, juga tumbuh berbagai jenis rumput laut, yang terdiri dari 18 jenis yaitu 9 dari jenis alge hijau (chlorophyta), 3 jenis adri algae coklat (phaeophyta) dan 6 jenis algae merah ( Rhodophyta). Keberadan rumput laut ini tentukan akan memperkaya padang lamun sehingga bisa membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Walaupun lamun belum banyak dikenal, keberadaannya dinyakini sebagai satu kesatuan system dalam fungsi ekologis di lautan.

Ekosistem Rumput Laut



Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan diantaranya adalah Euchema cottonii dan Gracelaria sp. Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang merupakan kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu membentuk terumbu. Struktur tubuh karang banyak terdiri atas kalsium dan karbon. Hewan ini hidup dengan memakan berbagai mikro organisme yang hidup melayang di kolom perairan laut.

Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Cesar (1997) estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.

Jenis-jenis terumbu karang
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincin (atolls)
Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)
4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

Ekosistem Hutan Bakau










Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi --yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.